Klarifikasi Tuntas! Yayat Menyangkal Data di Blok Cijengkol, Namun Elyasa Berikan Argumentasi Tajam kepada Cellica
Klarifikasi Tuntas! Yayat Menyangkal Data di Blok Cijengkol, Namun Elyasa Berikan Argumentasi Tajam kepada Cellica

KARAWANG | Topikpublik.com - Konflik terkait kepemilikan lahan di petak 25 (Blok Cijengkol) seluas sekitar 9,3 hektar di Desa Mulyasari, Kecamatan Ciampel, Karawang, antara warga (Ara Cs) dan Perum Perhutani, masih berlanjut. Meskipun sudah melewati proses uji kasasi dan upaya peninjauan kembali di Mahkamah Agung (MA), konflik ini belum menemui titik terang. Ara dan warga lainnya mengklaim lahan tersebut sebagai milik turun-temurun sejak sebelum tahun 1960-an, sementara Perhutani mengklaim lahan tersebut sebagai kawasan hutan negara.
Yayat Sudrajat, Kepala Sub Seksi Hukum Kehumasan Tenurial Agraria (KSS HKTA) Perum Perhutani KPH Purwakarta, Jawa Barat, menjelaskan bahwa lahan yang menjadi sumber konflik adalah hasil tukar menukar antara Perhutani dan seorang bernama Abdul Rojak pada tahun 1970-an. Rojak, yang sebelumnya telah membabat hutan negara, membeli lahan milik orang tua Ara dan menjadikannya sebagai pengganti kawasan hutan. Sekarang, lahan tersebut menjadi pusat perselisihan antara Ara Cs dan Perhutani.
Namun, saat diminta untuk menunjukkan dokumen tukar menukar dengan Abdul Rojak, Yayat mengungkapkan bahwa dokumen tersebut tidak berada di Kantor Perhutani KPH Purwakarta, melainkan di Kantor Perum Perhutani Divisi Regional (Divre) Jawa Barat & Banten di Bandung.
Di sisi lain, kuasa hukum warga (Ara, Aceng Lesmana, Adang, dan Dadang Suherman), Elyasa Budiyanto, menegaskan bahwa lahan (Blok Cijengkol / Petak 25) adalah milik rakyat berdasarkan riwayat tanah, penguasaan sporadik, salinan girik, serta SK desa dan camat. Ia mengkritik Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di beberapa desa di Kecamatan Ciampel yang merusak sendi-sendi kepemilikan masyarakat dan tanah.
Elyasa juga meminta Bupati Karawang, Cellica Nurrachadiana, untuk mengatasi masalah ini dengan memanggil lurah/kepala desa, Perhutani, DPMD, dan instansi terkait lainnya untuk membawa buku induk masing-masing guna memastikan kejelasan kepemilikan lahan.
Konflik ini belum menemui solusi, dan masing-masing pihak tetap mengajukan argumen dan bukti mereka dalam proses persidangan.