Penangkapan Pemegang Saham BPR Fianka: Dampak Hukum dan Sorotan Sosial yang Meluas

#TOPIKPUBLIK.COM

Penangkapan Pemegang Saham BPR Fianka: Dampak Hukum dan Sorotan Sosial yang Meluas
Penangkapan Pemegang Saham BPR Fianka: Dampak Hukum dan Sorotan Sosial yang Meluas

TOPIKPUBLIK.COM - PEKANBARU - Kasus penangkapan Helen, pemegang 1,23 persen saham di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Fianka, telah memancing perhatian publik, tidak hanya karena tuduhan pelanggaran pidana perbankan, tetapi juga karena dampak sosial yang timbul dari penyebaran foto-foto penangkapannya.  

Penyebaran foto-foto Helen bersama keluarganya di media massa dan media sosial menjadi isu serius yang menyoroti pelanggaran privasi dan etika dalam penegakan hukum. Kuasa hukumnya, Gita Melanika, SH, MH, menilai tindakan tersebut telah mencemarkan nama baik kliennya dan memicu dampak psikologis yang berat pada keluarganya.  

Efek Sosial dari Penyebaran Foto “Foto-foto ini diedarkan tanpa persetujuan dan memberikan tekanan besar pada keluarga klien kami,” ujar Gita pada Sabtu (23/11/2024). Ia menjelaskan bahwa kakak Helen menghadapi gugatan cerai, ibunya jatuh sakit akibat stres berat, dan anaknya menjadi korban perundungan di sekolah.  

Gita juga mengungkapkan bahwa saat penangkapan terjadi, tidak ada wartawan di lokasi. Namun, foto-foto itu tiba-tiba tersebar luas, menimbulkan pertanyaan terkait kemungkinan pelanggaran prosedur hukum dan kode etik.  

Narasi Pelapor yang Kontroversial, Proses hukum semakin rumit ketika muncul klaim bahwa pelapor adalah seorang "tukang sayur." Gita membantah narasi tersebut, menyatakan bahwa pelapor memiliki keterkaitan dengan pihak tertentu yang berkepentingan dalam kasus ini. "Narasi ini hanya memecah fokus dari inti permasalahan sebenarnya," tegasnya.  

Gita juga menuding adanya intervensi dalam penyidikan, termasuk tekanan agar Helen tidak menyebut nama seorang petinggi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Situasi ini memunculkan dugaan adanya upaya mengarahkan proses hukum.  

Tuduhan dan Perjalanan Hukum yang Berliku, Helen saat ini ditahan atas dugaan pelanggaran Pasal 50A UU Perbankan, Pasal 362 KUHP (pencurian), serta Pasal 3 dan 5 UU TPPU. Tuduhan tersebut terkait dugaan pencairan deposito tanpa izin pemiliknya.  

Namun, Gita menekankan bahwa kasus ini seharusnya masih dalam ranah perdata di Pengadilan Tinggi Riau. Ia berpendapat, “Proses pidana harusnya ditunda hingga putusan perdata berkekuatan hukum tetap.”  

Pelanggaran Privasi dan Etika Penegakan Hukum, Penyebaran foto penangkapan Helen dapat melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik dan Pasal 32 ayat (2) terkait penyebaran informasi pribadi tanpa izin. Selain itu, tindakan tersebut juga berpotensi melanggar Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian.  

Jika terbukti ada pelanggaran, hal ini dapat menjadi preseden buruk dalam penanganan kasus hukum di Indonesia. Penyelesaian kasus ini diharapkan tidak hanya membawa keadilan bagi Helen dan keluarganya, tetapi juga mendorong reformasi dalam transparansi dan profesionalisme aparat penegak hukum.  

Pelajaran untuk Penegakan Hukum di Masa Depan, Kasus ini menggambarkan perlunya kehati-hatian dalam menangani perkara hukum yang berdampak luas. Selain menegakkan keadilan, perlindungan terhadap hak privasi dan integritas proses hukum harus dijunjung tinggi. Diharapkan, kasus Helen menjadi momentum untuk memperbaiki sistem peradilan dan penegakan hukum di Indonesia.  

#Thab212