APHI Riau Tegaskan PBPH Tak Bisa Alihkan Lahan Tanpa Izin KLHK
APHI Riau menegaskan bahwa pemegang izin PBPH tak boleh menyerahkan lahan tanpa persetujuan KLHK. Pertemuan Pemkab Siak, PT SSL, dan warga Tumang bahas solusi konflik lahan hutan melalui Satgas PKH dan skema kemitraan seperti kasus PT Torganda.

TOPIKPUBLIK.COM - SIAK – Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Provinsi Riau menegaskan bahwa pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) tidak memiliki hak untuk menyerahkan sejengkal pun areal konsesi kepada pihak manapun tanpa persetujuan resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Penegasan ini menjadi poin sentral dalam pertemuan strategis antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak, PT Seraya Sumber Lestari (SSL), dan masyarakat Desa Tumang, yang digelar untuk membahas konflik agraria dan tumpang tindih pengelolaan lahan konsesi hutan yang mencuat dalam beberapa waktu terakhir.
Ketua APHI Riau, Muller Tampubolon, menjelaskan secara tegas posisi hukum dan kewenangan pemegang izin PBPH dalam pengelolaan kawasan hutan negara. Menurutnya, ada batas-batas ketat dalam pengalihan atau pelepasan sebagian areal konsesi, sekalipun hal itu dilakukan dalam rangka mediasi atau resolusi konflik agraria dengan masyarakat adat maupun lokal.
"Kita memang tidak bisa berbuat apa-apa selain dari persetujuan Kementerian Lingkungan Hidup," ujar Muller dalam rapat koordinasi di Kantor Bupati Siak, Senin (21/7/2025), yang turut dihadiri jajaran pemerintah daerah, manajemen perusahaan, serta perwakilan masyarakat Desa Tumang.
Lebih lanjut, Muller menjabarkan bahwa penyelesaian konflik yang menyangkut kawasan hutan produksi maupun hutan lindung tidak bisa diputuskan sepihak. Semua keputusan strategis harus melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Satuan Tugas Penanganan Konflik Hutan (Satgas PKH) yang dibentuk untuk menangani konflik tenurial secara nasional.
"Sejak hadirnya Satgas PKH, kita sampai saat ini tidak tahu mau ke mana lahan ini. Apakah akan diberikan kepada PT Agrinas atau dikembalikan menjadi hutan. Hanya dua opsi itu yang tersedia," jelasnya dalam forum tersebut.
Jika opsi penyerahan lahan kepada PT Agrinas dipilih oleh pemerintah, APHI Riau berharap ada kejelasan skema partisipasi masyarakat lokal yang sebelumnya mengelola dan memanfaatkan lahan tersebut secara turun-temurun, terutama dalam konteks pengelolaan perkebunan kelapa sawit berbasis kemitraan.
"Kalau memang bisa, Agrinas tinggal membuat porsi-porsi kerja atau opsi pengelolaan yang bisa melibatkan masyarakat," harapnya.
Pernyataan tersebut menegaskan pentingnya pemberdayaan masyarakat desa dalam skema penyelesaian konflik kehutanan, agar mereka tidak tersisih dari proses pembangunan dan tetap memperoleh manfaat ekonomi yang berkelanjutan.
Sebagai contoh praktik baik, Muller merujuk pada penyelesaian kasus lahan di wilayah PT Torganda, di mana setelah adanya intervensi dari Satgas PKH, lahan yang sebelumnya bermasalah kemudian diserahkan kepada PT Agrinas, dan kelompok tani lokal kembali dilibatkan dalam pengelolaan kebun secara legal.
"Contoh misalnya yang terjadi di PT Torganda, kelompok tani yang sebelumnya terlibat tetap dilibatkan setelah kebun ditindak oleh Satgas PKH dan dialihkan ke Agrinas," ujarnya menegaskan pentingnya replikasi model kolaboratif tersebut di kasus lain seperti yang dialami PT SSL dan masyarakat Tumang.
Menurut APHI Riau, skema penyelesaian seperti di PT Torganda merupakan model ideal penyelesaian konflik kehutanan berbasis kemitraan dan dapat menjadi acuan bagi Satgas PKH dalam menangani konflik lainnya di Provinsi Riau, yang memiliki tingkat kompleksitas agraria yang tinggi.
"Mungkin ini adalah solusi terbaik dari Satgas PKH. Kami harap ini juga diterapkan di Siak," tutur Muller.
Ia juga mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk Pemkab Siak, PT SSL, serta masyarakat Desa Tumang, untuk aktif membangun komunikasi intensif dengan pemerintah pusat agar skema penyelesaian yang diambil benar-benar berpihak pada keadilan ekologis dan sosial.
"Tanpa koordinasi lintas lembaga dan partisipasi semua pihak, konflik akan terus berkepanjangan," tegas Muller.
Bupati Siak, Afni Zulkifli, yang turut hadir dalam pertemuan tersebut, menyatakan dukungan penuh terhadap pandangan APHI Riau. Ia berharap agar PT SSL terus bersinergi dengan pemerintah daerah untuk mencari solusi damai dan adil atas konflik lahan di wilayah Desa Tumang.
"Kita berharap juga begitu, PT SSL terus bersinergi bersama kami untuk memikirkan nasib masyarakat," ujar Bupati Afni Zulkifli singkat namun penuh makna, menandaskan komitmen Pemkab Siak dalam penyelesaian konflik lahan yang manusiawi dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.