Satgas Inti Prabowo Desak Tegakkan Hukum atas Dugaan Perusakan Hutan Teso Nilo

Satgas Inti Prabowo mengecam dugaan perusakan Hutan Lindung Teso Nilo oleh PT CSR melalui Koperasi Soko Jati. SIP siap lapor ke KPK dan KLHK, desak pencabutan HGU dan penindakan hukum tegas atas kejahatan lingkungan.

Satgas Inti Prabowo Desak Tegakkan Hukum atas Dugaan Perusakan Hutan Teso Nilo
Satgas Inti Prabowo Kecam PT CSR Atas Dugaan Perusakan Hutan Teso Nilo, Desak Negara Tegakkan Hukum Lingkungan Secara Tegas

TOPIKPUBLIK.COM - MEDAN – Sekretaris Satgas Inti Prabowo (SIP), Edison Marbun, melontarkan kecaman keras terhadap dugaan aktivitas ilegal perambahan kawasan Hutan Lindung Taman Nasional Teso Nilo yang diduga kuat dilakukan oleh PT. CSR melalui modus penyalahgunaan kelembagaan koperasi, yakni Koperasi Soko Jati. Menurut Edison, tindakan ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merupakan bentuk kejahatan lingkungan yang terstruktur, sistematis, dan terorganisir.

"Ini bukan semata pelanggaran administratif, melainkan penghinaan terhadap kedaulatan hukum negara. Bila benar PT. CSR berlindung di balik nama koperasi, itu artinya mereka sedang mempermainkan sistem hukum, melecehkan pemerintah, dan menantang integritas penegakan hukum kita," tegas Edison pada Sabtu malam, 14 Juni 2025.

Pembiaran Sistemik, Kejahatan Ekologis Terencana

Lebih jauh Edison menjelaskan bahwa perambahan hutan yang diduga melibatkan korporasi tersebut adalah hasil dari pembiaran sistemik yang membuka ruang bagi aktor-aktor korporat menyusup dalam struktur kelembagaan rakyat. Koperasi, yang sejatinya menjadi wadah pemberdayaan masyarakat, justru ditunggangi untuk menyamarkan kepentingan bisnis ilegal yang merusak tatanan ekologis dan sosial.

Langkah Tegas: SIP Siap Laporkan ke KPK, KLHK, dan Polri

Satgas Inti Prabowo memastikan akan melanjutkan langkah konkret dengan melaporkan kasus ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta aparat penegak hukum di Kepolisian RI.

Poin-poin utama dalam laporan tersebut meliputi:

  • Investigasi mendalam terhadap status hukum lahan dan legalitas HGU (Hak Guna Usaha) yang digunakan PT. CSR dan Koperasi Soko Jati.

  • Audit keuangan dan aliran dana yang diduga mengandung unsur gratifikasi kepada oknum pejabat atau aparatur negara.

  • Tuntutan pidana dan perdata sesuai ketentuan UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan serta UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

  • Rekomendasi pembekuan izin usaha, penyitaan hasil perkebunan ilegal, serta pemulihan ekologis terhadap kawasan hutan yang dirusak.

"Kami akan kawal kasus ini hingga tuntas. Tak boleh ada ruang kompromi bagi pelaku kejahatan lingkungan. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu," tegas Edison.

HGU Tidak Kebal Hukum Lingkungan

Edison juga menekankan bahwa kepemilikan Hak Guna Usaha (HGU) tidak otomatis menghapus tanggung jawab lingkungan. Seluruh pemegang HGU diwajibkan memiliki dokumen lingkungan seperti AMDAL atau UKL-UPL, serta wajib melaporkan dampak lingkungan secara berkala.

"HGU bukan tameng untuk merusak lingkungan. Jika dijalankan tanpa izin lingkungan, pelaku dapat dijerat Pasal 109 UU No. 32 Tahun 2009, dengan ancaman penjara 1 sampai 3 tahun dan denda maksimal Rp3 miliar," jelasnya.

Selain itu, kejahatan lingkungan dalam skala besar dapat dikenakan pasal-pasal dalam UU No. 18 Tahun 2013, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara dan denda mencapai Rp100 miliar.

Rekomendasi SIP: Cabut HGU, Gugat PTUN, Bongkar Jaringan Gratifikasi

Untuk memastikan adanya keadilan ekologis, SIP merekomendasikan langkah-langkah strategis sebagai berikut:

  1. Pencabutan HGU oleh Kementerian ATR/BPN terhadap PT. CSR jika ditemukan pelanggaran prinsip kehati-hatian.

  2. Pelaporan dugaan gratifikasi kepada KPK dan Kejaksaan.

  3. Pengajuan gugatan ke PTUN atas dasar cacatnya penerbitan izin, terutama bila tidak disertai dokumen AMDAL atau persetujuan lingkungan.

Desakan RDP oleh DPRD Riau

Satgas Inti Prabowo juga mendesak agar DPRD Provinsi Riau segera menginisiasi Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk menggali dugaan keterlibatan oknum pejabat lokal dalam pembiaran atau kolusi perusakan lingkungan ini.

"Sudah saatnya negara menunjukkan bahwa supremasi hukum lebih kuat dari kekuasaan modal. Jangan biarkan warisan kita untuk anak cucu dirampas dan dihancurkan oleh kerakusan segelintir elit," pungkas Edison Marbun.